Jumat, 26 April 2013

Kertas dan Pensil


Namaku kertas. Aku  berteman baik dengan pensil. Ya, aku menyukainya, sangat menyukainya. Aku rasa pensil pun menyukaiku. Kami bersahabat, bermain bersama. Hal yang paling kusuka adalah, ketika pensil sedang menuliskan hal-hal yang indah diatas badanku. Aku menyukainya, aku menyukai cara pensil menulis. 




Sampai suatu hari hal itu terjadi, kami bertengkar, banyak sekali masalah yang terjadi diantara kami berdua. Pensil marah. Ia tidak lagi menuliskan hal-hal yang indah diatas badanku. Pensil menyakitiku. Kini pensil berlaku kasar terhadapku, ia menuliskan hal-hal yang buruk diatas badanku. Aku tidak percaya Ia melakukan hal itu terhadapku. Aku terluka.



Aku pergi, mengembara seorang diri. Aku terus mencari cara untuk mengobati rasa sakit hatiku. Aku pun bertemu om pnggaris. Aku meminta pendapatnya agar aku dapat mengobati rasa sakitku ini. Tetapi om penggaris hanya dapat mengukur-ukur kesalahan yang telah pensil perbuat terhadapku. Hal ini membuatku semakin membenci pensil daripada sebelumnya.

Aku terus berjalan. Berjalan dengan kepedihan ini membuat langkahku semakin berat. Kemudian aku bertemu tante pulpen, ia terus merayuku agar ia dapat menulis diatas badanku. Jelas saja aku menolak, karena aku tahu bahwa tante pulpen hanya akan menambah rasa sakitku saja. 

Langkahku semakin berat, tetapi aku harus terus berjalan. 

Aku pun bertemu dengan kakek Tip-Ex. Aku bertanya padanya, bagaimana agar rasa sakit hati ini terobati. Tetapi kakek Tip-Ex hanya berkata kepadaku, "Aku memang dapat mengobati lukamu, tetapi itu hanya sementara dan akan menjadi bekas untuk selamanya." Tawaran kakek sangat menggiurkan, tapi.. Berbekas selamanya ?? Tidak mungkin sakit ini saja sudah membuatku tak berdaya, apalagi berbekas untuk selamanya. Dengan berat hati aku pun menolak tawaran kakek Tip-Ex. 

Semangatku kian redup, aku hampir menyerah, tapi aku terus berjalan. Tiba-tiba seseorang menyapaku, "Hari yang cerah nak, mengapa wajahmu murung?". Ternyata ia adalah bapak penghapus. Aku menceritakan semua perbuatan pensil terhadapku. "Pak, aku tak sanggup lagi menahan sakit ini, apa yang harus aku perbuat ?"
Bapak penghapus tersenyum ramah, dan berkata kepadaku, "Aku akan memberikan diriku agar kamu bisa lepas dari rasa sakitmu. Mungkin akan terasa sakit, tetapi kamu harus tetap bertahan terhadap setiap gesekan yang ada. Aku berjanji sakitmu akan segera terobati." Aku pun menyetujui tawaran bapak penghapus.



---------------------------------------------

Rasanya sungguh sangat sakit. Tetapi noda pensil itu hilang, rasa sakitnya pun hilang. Aku sungguh sangat bahagia. Tibi-tiba aku melihat bapak penghapus itu berkata, "ini hal terakhir yang dapat kuperbuat bagimu nak, lihatlah kini aku telah menjadi serpihan-serpihan kecil. Namu kini lukamu telah sembuh !" Ingatlah, aku tidak pernah menyesal telah memberikan diriku untuk mengobatimu . Aku menyayangimu nak.




-clarissa.pangse-

1 komentar: